- ARTIKEL TAUHID
- DIMANA ALLAH ?
- ALAM JIN & GAIB
- SIFAT HAMBA ALLAH
- ARTIKEL AKHIRAT
- ARTIKEL KELUARGA
- HADITS
- HARI KIAMAT (1)
- HARI KIAMAT (2)
- TENTANG SYI'AH
- GOLONGAN SESAT
- MENGENAL BID"AH
- KISAH TELADAN
- WAKTU SHALAT
- SHALAT DALAM PANDANGAN SALAF
- SIFAT DASAR MANUSIA
- SIFAT TERPUJI
- NASEHAT SALAF
- ARTIKEL JIHAD
- PERTANYAAN KU
- IBADAH DI ZAMAN FITNAH
- ARTIKEL DUNIA
PHP : 5.6.40
MySQL : 5.7.44-cll-lve
Waktu : 06:48
Tembolok : Dinonaktifkan
GZIP : DiAktifkan
Anggota : 1
Konten : 1817
Kunjungan : 3478946
DIUTUSNYA ANGIN YANG LEMBUT UNTUK MENCABUT RUH ORANG-ORANG YANG BERIMAN..PENGHALALAN BAITUL HARAM (MAKKAH) DAN PENGHANCURAN KA'BAH
Dr. Yusuf bin Abdillah bin Yusuf al-Wabil DIUTUSNYA ANGIN YANG LEMBUT UNTUK MENCABUT RUH ORANG-ORA....
BUMI TEMPAT BERKUMPUL, MAHSYAR INI TERJADI DI DUNIA
Dr. Yusuf bin Abdillah bin Yusuf al-Wabil Bumi Tempat Berkumpul Pada akhir zaman manusia digiring ....
SIFAT IBADURRAHMAN (8) AKHIR YANG MULIA BAGI IBADURRAHMAN
Alhamdulillah, shalawat dan salam kepada Nabi kita Muhammad, keluarga dan sahabatnya. Melanjutkan pe....
KAPANKAH NEGERI ISLAM MENJADI NEGERI KAFIR ?
Bila kita telah mengetahui bahwa tidak semua yang berhukum dengan hukum islam kafir keluar diri isla....
MASJID INI DI BANGUN DI TEMPAT EKSTRIM
Masjid merupakan bangunan yang berfungsi sebagai tempat ibadah Umat Muslim. Biasanya lokasi pembangu....
BID’AH DALAM PERKARA DUNIAWI
Pertanyaan: Wahai Sahamatus Syaikh, saya tahu adanya batasan yang rinci dalam membedakan antara sun....
SEMUT PUN MENGAKUI ALLAH ADA DI ATAS LANGIT/ ARSY
Adalah akidah yang kurang tepat mengatakan: “Allah ada dimana-mana” (berarti Allah ada di kotor....
ORANG MATI MENGETAHUI KEADAAN ORANG YANG HIDUP?
Sebagian orang beranggapan bahwa orang yang sudah mati bisa mengetahui keadaan orang yang masih hidu....
PARA ULAMA SEPAKAT MENOLAK PEMAHAMAN SYIAH IMAMIYYAH
Syiah Imamiyyah adalah Syiah 12 Imam, disebut juga Syiah Rofidhoh. Inilah paham syiah yang menjadi d....
WASIAT NABI UNTUK MENUNTUT ILMU, MEMBERSIHKAN HATI DAN ZUHUD DI DUNIA
Oleh al-ustadz Yazid bin abdul Qadir Jawas نَضَّرَ اللهُ امْرَأً سَمِعَ ....
ARTIKEL AKHIRAT |
(ditulis oleh: Al-Ustadz Abu Muhammad Abdulmu’thi, Lc)
Adalah suatu anggapan yang keliru bila cobaan hanya terbatas pada yang tidak mengenakkan saja.
Sebut misalnya kefakiran dan penyakit. Pandangan yang sempit tentang cobaan tersebut merupakan akibat dari ketidaktahuan seorang tentang kehidupan dunia. Padahal Allah di banyak ayat Al-Qur’an telah menegaskan, demikian pula Rasulullah di sekian haditsnya, bahwa nikmat dan kesenangan duniawi merupakan ujian bagi hamba sebagaimana kesengsaraan hidup juga dijadikan cobaan. Allah berfirman:
“Kami akan menguji kamu dengan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan (yang sebenar-benarnya) dan hanya kepada Kamilah kamu dikembalikan.” (Al-Anbiya’: 35)
Ibnu Abbas berkata menafsirkan ayat ini: “(Kami uji kalian) dengan kesusahan dan kesenangan, dengan sehat dan sakit, dengan kekayaan dan kefakiran, serta dengan yang halal dan yang haram. Semuanya adalah ujian.”
Ibnu Yazid mengatakan: “Kami uji kalian dengan sesuatu yang disenangi dan yang dibenci oleh kalian, agar Kami melihat bagaimana kesabaran dan syukur kalian.”
Al-Kalbi berkata: “(Maksud Kami uji) dengan kejelekan adalah yang berupa kefakiran dan musibah. Sedangkan diuji dengan kebaikan adalah yang berupa harta dan anak.”
Dalam ayat lain, Allah juga berfirman:
“Adapun manusia apabila Rabbnya mengujinya lalu dia dimuliakan-Nya dan diberi-Nya kesenangan, maka dia akan berkata: ‘Rabbku telah memuliakanku.’ Adapun bila Rabbnya mengujinya lalu membatasi rezekinya maka dia berkata: ‘Rabbku menghinakanku.’ Sekali-kali tidak (demikian).” (Al-Fajr: 15-17)
Perhatikanlah ayat-ayat ini, bagaimana Allah menguji hamba-Nya dengan memberikan kemuliaan, nikmat, dan keluasan rezeki, sebagaimana pula Allah mengujinya dengan menyempitkan rezeki. Dalam ayat ini Allah mengingkari orang yang menyangka bahwa diluaskannya rezeki seorang hamba merupakan bukti pemuliaan Allah kepadanya dan bahwa disempitkannya rezeki adalah bentuk dihinakannya hamba. Allah mengingkari dengan mengatakan (Sekali-kali tidak), yakni bahwa perkara yang sebenarnya tidak seperti yang diucapkan oleh (sebagian) orang. Bahkan Aku (Allah ) terkadang menguji dengan nikmat-Ku, sebagaimana terkadang Aku memberi nikmat dengan cobaan-Ku.
Di sana juga masih banyak ayat yang semakna dengan yang telah disebutkan. Misalnya:
“Dan Dia lah yang menjadikan kamu penguasa-penguasa di bumi dan Dia meninggikan sebagian kamu atas sebagian (yang lain) beberapa derajat, untuk mengujimu tentang apa yang diberikan-Nya kepadamu.” (Al-An’am: 165)
Juga firman-Nya:
“Sesungguhnya Kami telah menjadikan apa yang di bumi sebagai perhiasan baginya, agar Kami menguji mereka siapakah di antara mereka yang terbaik amalannya.” (Al-Kahfi: 7) [lihat ‘Uddatush Shabirin, karya Ibnul Qayyim t hal. 247-248, cet. Darul Yaqin]
Nabi juga bersabda:
إِنَّ لِكُلِ أُمَّةٍ فِتْنَةً وَفِتْنَةُ أُمَّتِي الْمَالُ
“Sesungguhnya bagi tiap umat ada fitnah (ujian yang menyesatkan), dan fitnah umatku adalah harta.” (Shahih Sunan At-Tirmdzi no. 2336)
Sufyan mengatakan: “Bukan termasuk yang mendalam ilmunya bila seseorang tidak menganggap bala (musibah) sebagai nikmat dan kenikmatan sebagai cobaan.” (lihat ‘Uddatush Shabirin hal. 211)
Musibah dianggap sebagai nikmat karena musibah yang menimpa seorang mukmin adakalanya sebagai penghapus dosa yang dilakukannya, atau untuk meninggikan derajatnya, atau sebagai cambuk peringatan agar dia kembali ke jalan Allah .
- Syukur Nikmat
Segala nikmat yang diperoleh hamba dalam bentuk apapun, baik yang bersifat materi atau non-materi, yang bersifat duniawi atau ukhrawi, maka menuntut untuk disyukuri. Tentunya semakin banyak dan besar suatu pemberian maka kewajiban untuk bersyukur pun semakin besar. Ketika menyebutkan nikmat yang diberikan kepada Nabi Dawud dan keluarganya berupa nikmat duniawi serta ukhrawi, yang Allah tidak berikan kepada kebanyakan orang, Allah berfirman:
“Beramallah wahai keluarga Dawud untuk bersyukur (kepada Allah), dan sedikit sekali dari hamba-hamba-Ku yang berterima kasih.” (Saba’: 13)
Sebagian salaf berkata: “Tatkala dikatakan hal ini kepada keluarga Dawud, maka tidaklah datang suatu waktu kecuali di tengah-tengah mereka ada yang melakukan shalat. Adalah Khalid bin Shafwan tatkala masuk menemui Khalifah Umar bin Abdul ‘Aziz , ia mengatakan: ‘Wahai amirul mukminin, sesungguhnya Allah l tidak ridha ada seseorang kedudukannya di atasmu, maka janganlah kamu mau ada orang lebih bersyukur dari kamu’.” (Syarh Hadits Syaddad, Ibnu Rajab , hal.41-42)
Bersyukur merupakan ibadah yang besar, sebagaimana firman-Nya:
“Dan syukurilah nikmat Allah, jika kamu hanya kepada-Nya saja menyembah.” (An-Nahl: 114)
Mensyukuri nikmat juga sebab paling utama untuk dilanggengkannya nikmat serta ditambahkannya. Namun sebaliknya, mengkufuri nikmat dan menggunakannya pada kemaksiatan juga faktor utama dari dicabutnya nikmat. Allah berfirman:
“Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu. Dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku) maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih.” (Ibrahim: 7)
Tentunya merupakan sikap yang sangat tercela bila seorang tidak mau berterima kasih kepada Sang Pemberi nikmat. Terlebih lagi sampai menggunakannya pada perkara yang mendatangkan kemurkaan Sang Pemberi. Bila seperti ini seseorang menyikapi pemberian Allah, maka azab lebih dekat ketimbang rahmat, dan kenikmatan sudah di ambang pintu untuk meninggalkannya. Ini persis seperti yang dialami oleh kaum Saba’ dahulu. Di mana kaum Saba’ nama suatu kabilah Arab yang tinggal di Ma’rib, Yaman telah mampu membuat bendungan raksasa sehingga negeri itu subur dan makmur. Namun kemewahan dan kemakmuran ini menyebabkan mereka ingkar kepada Allah dan mendustakan para rasul. Maka Allah menimpakan azab berupa banjir hebat yang ditimbulkan oleh bobolnya bendungan Ma’rib. Kerajaan Saba’ yang waktu itu mencapai puncak kemewahan dan kemakmuran tinggal cerita. Negeri itu menjadi kering. Kerajaan Saba’ pun runtuh. Allah telah kisahkan tentang runtuhnya kerajaan Saba’ dalam (Al-Qur’an surat Saba’ ayat 15-17).
- Mensyukuri nikmat meliputi beberapa perkara:
1. Meyakini dalam hati bahwa nikmat yang diterima semata-mata pemberian Allah. Seperti inilah sikap seorang mukmin. Dia tidak menisbatkan nikmat kepada kekuatan, kepintaran, keberaniannya, dan semisalnya. Adalah Nabi Sulaiman tatkala singgasana Ratu Saba’ bisa didatangkan di hadapannya dalam tempo sekejap, maka beliau berkata:
“Ini termasuk karunia Rabbku untuk mencoba aku apakah aku bersyukur atau mengingkari (akan nikmat-Nya).” (An-Naml: 40)
Asy-Syaikh As-Sa’di t berkata: “Nabi Sulaiman tidak teperdaya dengan (menyombongkan) kerajaan, kekuasaan, dan kemampuannya. Ini berbeda dengan kebanyakan para raja yang bodoh. Nabi Sulaiman tahu bahwa ini adalah ujian dari Rabbnya, sehingga khawatir bila tidak mampu mensyukurinya.” (Tafsir As-Sa’di hal. 605)
Coba bandingkan dengan sikap dan ucapan Qarun yang menyombongkan kemampuannya, seperti yang Allah kisahkan:
“Qarun berkata: ‘Sesungguhnya aku hanya diberi harta itu karena ilmu yang ada padaku’.” (Al-Qashash: 78)
Ucapan dan kesombongan Qarun sudah berlalu beribu-ribu tahun, namun sikapnya masih terus terwariskan sampai saat ini. Kerap sekali kita dengar ucapan yang senada dengannya, seperti: “Harta ini saya peroleh semata-mata karena hasil karya dan ketekunan (kerja keras) saya.” Padahal Allah telah berfirman:
“Dan apa saja nikmat yang ada pada kamu, maka dari Allah-lah (datangnya). Dan bila kamu ditimpa oleh kemudaratan, maka hanya kepada-Nya-lah kamu meminta pertolongan.” (An-Nahl: 53)
2. Memuji Allah atas segala karunia-Nya dengan mengucapkan puji syukur dan menceritakannya secara lahir. Karena, selalu mengingat dan menceritakan pemberian Allah akan mendorong untuk bersyukur. Hal itu karena manusia mempunyai tabiat menyukai orang yang berbuat baik kepadanya.
3. Menggunakan nikmat untuk taat kepada Allah bukan untuk maksiat, serta merealisasikan beragam amal shalih sebagai bentuk mensyukuri nikmat. Karena nikmat hanyalah titipan yang seharusnya dijaga dan tidak dipergunakan kecuali pada batasan-batasan yang dibolehkan agama. Apabila kita perhatikan perjalanan hidup para kekasih Allah dari kalangan para nabi dan orang-orang shalih, niscaya kita dapati mereka adalah teladan dalam mensyukuri nikmat. Kedudukan dan kekuasaan yang ada pada mereka dijadikan sarana untuk menebarkan keadilan di tengah-tengah manusia. Harta yang mereka peroleh dibelanjakan pada pos-pos kebaikan serta untuk menyokong untuk kemuliaan Islam dan muslimin. Ilmu yang mereka dapatkan diamalkan dan ditebarkan tanpa mengharapkan apapun kecuali keridhaan Allah. Lihat salah satu misal teladan terbaik bagi kita yaitu Nabi Muhammad n, bagaimana beliau banyak melakukan shalat malam hingga bengkak kakinya. Tatkala beliau ditanya tentang hal itu, padahal dosa dan kesalahannya yang telah lalu dan yang akan datang telah diampuni, maka beliau bersabda:
أَفَلَا أُحِبُّ أَنْ أَكُونَ عَبْداً شَكُورًا
“Mengapa aku tidak ingin menjadi hamba yang banyak bersyukur.” (HR. Al-Bukhari)
- Tidak Tertipu Dengan Nikmat
Sahabat Ibnu Mas’ud berkata: “Sesungguhnya Allah telah menentukan watak kalian sebagaimana telah menentukan rezeki di antara kalian. Sesungguhnya Allah juga memberi harta kepada orang yang Ia cintai dan orang yang Ia benci. (Namun) Allah tidak memberi keimanan kecuali kepada yang Ia cintai.” (Shahih Al-Adab Al-Mufrad no. 209)
Allah memberikan harta dan kedudukan kepada orang yang Dia cintai dari kalangan para nabi dan wali, seperti Nabi Sulaiman dan shahabat ‘Utsman bin ‘Affan . Sebagaimana Dia memberi kemewahan dunia sementara kepada para musuh-Nya semisal Fir’aun dan Qarun. Hal ini seperti yang Allah firmankan:
“Kepada masing-masing golongan baik golongan ini maupun golongan itu Kami berikan bantuan dari kemurahan Rabbmu. Dan kemurahan Rabbmu tidak dapat dihalangi.” (Al-Isra’: 20)
Oleh sebab itu, janganlah seorang tertipu bila melihat orang kafir dan para pelaku maksiat diberi kemewahan dunia dan kedudukan terpandang. Karena itu adalah istidraj (jebakan) bagi hamba dari Allah. Nabi bersabda:
إِذَا رَأَيْتَ اللهَ تَعَالَى يُعْطِي الْعَبْدَ مِنَ الدُّنْيَا مَا يُحِبُّ وَهُوَ مُقِيمٌ عَلَى مَعَاصِيْهِ فَإِنَّمَا ذَلِكَ مِنهُ اسْتِدْرَاجٌ
“Bila kamu melihat Allah memberi hamba dari (perkara) dunia yang diinginkannya, padahal dia terus berada dalam kemaksiatan kepada-Nya, maka (ketahuilah) bahwa hal itu adalah istidraj (jebakan) dari Allah.” (HR. Ahmad, dll, lihat Shahihul Jami’ no. 561)
- Kenikmatan Dunia Bukan Ujian Ringan
Kenikmatan dunia dengan berbagai macamnya merupakan ujian yang berat. Sahabat ‘Abdurrahman bin ’Auf berkata: “Dahulu kami diuji bersama Rasulullah dengan kesengsaraan, maka kami (mampu) bersabar. Kemudian setelah Nabi meninggal kami diuji dengan kesenangan maka kami tidak bersabar.” (Shahih Sunan At-Tirmidzi no. 2464)
‘Abdurrahman bin ‘Auf hendak mengatakan bahwa mereka diuji dengan kefakiran, kesulitan, dan siksaan (musuh) maka mereka mampu bersabar. Namun tatkala (kesenangan) dunia, kekuasaan, dan ketenangan datang kepada mereka, maka mereka bersikap sombong. (Lihat Tuhfatul Ahwadzi)
Di saat kran dunia dibuka lebar-lebar, maka manusia akan berlomba-lomba untuk mendapatkannya meskipun ada sesuatu yang harus dikorbankan. Persaudaraan yang dahulu terjalin erat kini harus rusak berantakan karena ambisi kebendaan. Sikap saling cinta dan benci yang dahulu diukur dengan agama, sekarang sudah terbalik timbangannya. Karena dunia mereka menjalin persaudaraan. Karenanya pula mereka melontarkan kebencian. Dengan ini mereka tega memutuskan tali kekerabatan, mengalirkan darah, dan melakukan beragam kemaksiatan. Seperti inilah bila kemewahan dunia menjadi puncak tujuan seseorang. Rasulullah n bersabda:
مَا الْفَقْرُ أَخْشَى عَلَيْكُمْ وَلَكِنِّي أَخْشَى أَنْ تُبْسَطَ الدُّنْيَا عَلَيْكُمْ كَمَا بُسِطَتْ عَلَى مَنْ كَانَ قَبْلَكُمْ، فَتَنَافَسُوهَا كَمَا تَنَافَسُوهَا فَتُهلِكُكُمْ كَمَا أَهْلَكَتْهُم
“Bukanlah kefakiran yang aku takutkan atas kalian. Tetapi aku khawatir akan dibuka lebar (pintu) dunia kepada kalian, seperti telah dibuka lebar kepada orang sebelum kalian. Nanti kalian akan saling bersaing untuk mendapatkannya sebagaimana mereka telah bersaing untuknya. Nantinya (kemewahan) dunia akan membinasakan kalian seperti telah membinasakan mereka.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)
Adalah di akhir-akhir masa sahabat telah muncul gejala yang dikhawatirkan oleh Rasulullah. Di mana fitnah kekuasaan telah memicu adanya peperangan. Persatuan mulai tercabik-cabik dan ketenangan sudah mulai terusik serta jiwa solidaritas melemah di antara manusia. Adalah ‘Abdullah bin Umar berkata: “Sungguh kami telah mengalami suatu masa di mana tidak ada seorang pun (menganggap) lebih berhak dengan uang dinar dan dirhamnya yang dimilikinya lebih dari saudaranya yang muslim. Kemudian sekarang dinar dan dirham lebih dicintai oleh seorang daripada saudaranya yang muslim.” (Shahih Adab Al-Mufrad no. 81)
Tentunya, semakin jauh suatu masa dari zaman kenabian maka akan didapatkan kenyataan yang lebih pahit dan lebih menyedihkan dari sebelumnya. Tidak asing bila sekarang ada orang yang masih mengaku muslim namun tidak lagi peduli dengan kewajiban dan agamanya. Ambisi dunia telah menyita seluruh waktu, tenaga, dan hartanya. Seolah lisan hal-nya hendak mengatakan: “Hidup hanya di dunia, di sini kita hidup, di sini pula kita mati, dan tidak ada hari kebangkitan.” Orang seperti ini bila engkau ajak kepada kebaikan dan majelis ilmu, maka seribu alasan akan dikemukakan untuk tidak mendatanginya. Subhanallah, untuk dunia yang fana yang nantinya akan dia tinggalkan, segala kemampuan dia curahkan. Namun untuk amal kebaikan sebagai bekal untuk akhirat yang kekal ternyata tidak ada kesempatan barang sedikit pun.
- Seseorang Akan Ditanya Tentang Nikmat
Nikmat bukan pemberian cuma-cuma yang kita bebas mempergunakannya semau kita. Bahkan ia merupakan amanah yang kita akan dimintai pertanggungjawabannya. Allah berfirman:
“Kemudian kamu pasti akan ditanyai pada hari itu tentang kenikmatan (yang kamu megah-megahkan di dunia itu).” (At-Takatsur:102:8)
Ibnu ‘Abbas menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan nikmat di sini adalah sehatnya badan, pendengaran, dan penglihatan. Allah menanyai hamba-hamba-Nya tentang nikmat tersebut, pada apa mereka pergunakan. Allah menanyai mereka padahal Allah lebih tahu tentangnya daripada mereka. Sebagian ahli tafsir mengatakan bahwa ayat tadi adalah berita dari Allah bahwa seluruh nikmat akan ditanya oleh-Nya. Qatadah berkata: “Sesungguhnya Allah menanyai semua hamba-Nya tentang apa yang Allah telah titipkan kepada mereka berupa nikmat dan hak-Nya.” (lihat Tafsir Al-Qasimi, 7/379)
Nabi bersabda:
لاَ تَزُولُ قَدَمُ ابْنِ آدَمَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ مِنْ عِنْدِ رَبِّهِ حَتَّى يُسْأَلَ عَنْ خَمْسٍ: عَنْ عُمُرِهِ فِيمَ أفنَاهُ؟ وَعَنْ شَبَابِهِ فِيمَ أَبْلَاهُ؟ وَمَالِهِ مِنْ أَيْنَ اكْتَسَبَهُ وَفِيمَ أَنْفَقَهُ؟ وَمَا ذَا عَمِلَ فِيمَ عَلِمَ؟
“Tidak akan bergeser kaki anak Adam (manusia) dari sisi Rabbnya di hari kiamat hingga ditanya tentang lima hal. Tentang umurnya untuk apa ia gunakan, tentang masa mudanya pada apa ia habiskan, tentang hartanya darimana ia peroleh dan pada apa ia belanjakan, dan tentang apa yang ia amalkan dari ilmunya?” (Dishahihkan oleh Asy-Syaikh Al-Albani dalam Shahih Sunan At-Tirmidzi no. 2417, cet. Al-Ma’arif)
Wallahu a’lam.
MY DESIRE
Akan datang suatu hari kematian menjemputku.Tinggallah segala apa yang telah ku Amalkan.Owh .. andai saja setiap yang membacanya berdo’a untukku.Agar Allah Ta’ala melimpahkan ampunan untukku. Serta memaafkan kekurangan dan buruknya perbuatanku.
TWITTER ULAMA
Memahami al Quran, mudah dilakukan oleh orang yang disebutkan dalam awal surat al Baqarah. “Petunjuk bagi orang yang bertakwa, yaitu mereka yang beriman pada yang ghaib, mendirikan shalat dan menafkahkan sebagian rezeki yang kami karuniakan kepada mereka” (al Baqarah: 2-3) |
SALARY
Katakanlah (hai Muhammad): "Aku tidak meminta upah sedikitpun padamu atas dakwahku dan bukanlah aku termasuk orang-orang yang mengada-adakan"[38:86]
Katakanlah: "Aku tidak meminta upah sedikitpun kepada kamu dalam menyampaikan risalah itu, melainkan (mengharapkan kepatuhan) orang-orang yang mau mengambil jalan kepada Tuhan nya". [25:57]
Dan aku sekali-kali tidak minta upah kepadamu atas ajakan-ajakan itu; upahku tidak lain hanyalah dari Tuhan semesta alam. [26:109]
BIAR TIDAK MERASA DI ATAS KETIKA DIPUJI
Bagaimana biar kita ketika dipuji oleh orang tidak merasa di atas angin atau biar tidak sombong? Sal....
BERTAUBAT SECARA TERSEMBUNYI
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah: فمن أذنب سرا فليتب سرا وليس علي....
BERDAKWAH, TAPI TIDAK MENDAKWAHKAN TAUHID
Berdakwah tanpa dakwah tauhid, sama saja tidak berdakwah. Bahkan berdakwah tanpa dakwah tauhid, ....
MARAH KETIKA DIPUJI
Para ulama sangat tidak menyukai pujian dan ketenaran. IMAM NAWAWI, karya-karya beliau telah member....
10 RENUNGAN BAGI YANG DITIMPA UJIAN/MUSIBAH
Ujian menyerang siapa saja tidak pandang bulu. Sebagaimana orang miskin diuji…orang kayapun demiki....
JANGAN LIHAT TAMPANGNYA
Sebagian orang beranggapan bahwa ciri wanita shalihah adalah wanita yang tidak pilih-pilih wajah lel....
KUMOHON, DEMI DZAT YANG MAHA MEMBOLAK-BALIKKAN HATI, AGAR ENGKAU MENIKAHIKU..
Maryam, istri Abu Utsman Sa’id bin Isma’il al-Hairi bertutur, Kami akan menunda bermain, tertawa....
KARENA KESABARANNYA, SEORANG PEMUDA SEMBUH DARI LUMPUH
Seorang dokter spesialis luka dalam Riyadh yang bernama Dr. Khalid Al Jubir berkisah tentang dirinya....
WASIAT SEORANG AYAH KEPADA PUTRANYA
Al-Imam Ja’far Ash-Shadiq rahimahullah berwasiat kepada putranya, Musa. Beliau rahimahullah berkat....
SEORANG KHALIFAH YANG KEKUASAANNYA TIDAK LEBIH DARI SEGELAS AIR
Telah di sebutkan dalam kitab “Syadzraat dzahab fii akhbaari man dzahaba” karangan Ibnul Amaad ....
DONATE WITH DOA
Ingin dido'akan oleh para malaikat? Bisa. Caranya, mohon do’akan agar Allah mengampuni seluruh dosa kami (orang-orang mukmin), serta memberi kami ketakwaan padaNya hingga akhir usia.
Mohon do’akan juga agar Allah memberi kami umur yang panjang, hidayah dan pertunjuk, penuh kesehatan dan waktu luang, supaya kami dapat terus merawat dan memperbaiki situs ini (Dakwah).
Do’akan juga agar Allah memberi kami rezeki yang berlimpah, secara halal, mudah dan berkah, supaya kami dapat terus (Ibadah) merawat dan update situs ini.
[14:41] Ya Tuhan kami, beri ampunlah aku dan kedua ibu bapaku dan sekalian orang-orang mukmin pada hari terjadinya hisab (hari kiamat)". |
[2:286] "Ya Tuhan kami, janganlah Engkau hukum kami jika kami lupa atau kami tersalah. Ya Tuhan kami, janganlah Engkau bebankan kepada kami beban yang berat sebagaimana Engkau bebankan kepada orang-orang sebelum kami. Ya Tuhan kami, janganlah Engkau pikulkan kepada kami apa yang tak sanggup kami memikulnya. Beri maaflah kami; ampunilah kami; dan rahmatilah kami. Engkaulah Penolong kami, maka tolonglah kami terhadap kaum yang kafir.". |
Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam bersabda: Tidak ada seorang muslim pun yang mendoakan kebaikan bagi saudaranya (sesama muslim) tanpa sepengetahuannya, melainkan malaikat akan berkata, “Dan bagimu juga kebaikan yang sama.” [HR Muslim No. 4912]